Kamis, 20 Mei 2010
Cuma mau nulis...
itu gara2 gw ga bawa penjelasan dari UU BI dan ga ngeprint slide kuliah terakhir, padahal gw udah feeling sih, kayaknya tuh kuliah terakhir bakal jadi soal, tapi karena gw ga sempet nyari slide terakhir itu, yasuw lah..apa mau di kata..haha..
Oya..hari ini juga ada briefing buat pengawas UMB, gw dapet di SMP 4 Jakarta..nah lho..dimana pula tuh sekolah, mana gw ga taw daerah jakarta pusat pula, haha..dodol dah..berarti besok mesti nyari2 nih..@_@
wuzz..mana besok ujian pula dan sekarang gw masih terjebak di kampus coz ujan lagi deres banget, hyakz..alhamdulillah besok open book, wehehehe..semoga aja gw masih bisa ngerjain dengan benar, hehe..
hmmft..ujan-ujan gini jadi inget sama bantal dan guling qu tercinta di rumah nih..huaaaaaaaaaaa..love u all guys..hehehe..>0<
udah ah..dodol banget sih mikirin tidur mulu..masih UAS nih neng, ck3..
tapi beneran deh..setiap uas pasti kritis waktu buat tidur, haha..sistem kejar semalam sih, hehe..
tapi walaupun gw udah mulai mengurangi sistem ini, tetep aja pasti butuh ngulang2 materi n karena materinya banyak, jadi bisa mpe begadang n bangun lagi jam3 pagi deh..
aih..
(ngeluh ga jelas, haha..)
udah ah..posting gw aneh banget sih, haha..absurd (klo pake istilah temen gw yang bernama ausire...xp)
Rabu, 05 Mei 2010
Universal banking vs Specialized banking
Ada beberapa perbedaan mendasar antara dua sistem perbankan yang dikenal dunia, yaitu universal banking dan specialized banking. Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara kedua sistem tersebut:
1. Sekup/lingkup Kegiatan Ekonomi
- Universal Banking:
Universal Banking mendapatkan keuntungan yang lebih dari luas usaha/kegiatan ekonomi yang dilakukannya. Semakin luas jumlah kegiatan ekonomi atau investasi yang dilakukannya, maka semakin besar efektivitas dari bank tersebut. Keuntungan juga diperoleh dari pembagian hasil yang didapatkan dari setiap unit usaha yang berbeda dalam bank tersebut.
- Specialized Banking:
Pada intinya, specialized banking menawarkan pelayanan berkualitas dengan pengalaman yang sudah cukup lama dalam suatu usaha/kegiatan perbankan tertentu, sehingga bank tipe ini lebih concern terhadap bagaimana menjaga reputasi dan memberikan pelayanan yang excellent kepada customer[1].
1. Financial Services
- Universal Banking:
Universal Banking menjadi one-stop supplier untuk berbagai jasa keuangan, dengan demikian Universal Banking memiliki kesempatan besar untuk memuaskan kebutuhan keuangan dari banyak perusahaan. Banyaknya jasa yang ditawarkan menjadikan Universal Banking memiliki lebih banyak customer dibandingkan Specialized Banking, sehingga jangkauan Universal Banking lebih luas dari Specialized Banking.
- Specialized Banking:
Karena hanya melayani suatu jasa perbankan tertentu, Specialized Banking menjadi bank yang memberikan pelayanan khusus suatu jasa tertentu secara maksimal dan menjadi bank yang memiliki reputasi terkenal untuk suatu jasa peerbankan yang ditawarkannya. Selain itu, Specialized Banking dapat mengantisipasi setiap perubahan dari permintaan dari pelayanan yang mereka tawarkan dan memanajemen setiap perubahan permintaan untuk masa yang akan datang. Dengan demikian, Specialized Banking dapat meminimalisir atau bahkan menghilangkan kemungkinan kerugian yang dapat terjadi. Namun sebaliknya, jika mereka tidak mampu memanajemen kemungkinan tersebut, maka kemungkinan kehancuran bank tersebut lebih besar dibandingkan Universal Banking[2].
2. Eksistensi Bank
- Universal Banking:
Universal Banking eksis karena manajemen dari berbagai pelayanan jasa keuangan yang mereka tawarkan lebih efektif dan terkonstruksi dengan baik.
- Specialized Banking:
Specialized Banking eksis karena biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan fungsi intermediari melalui perusahaan lebih kecil dibandingkan jika fungsi ini dijalankan dalam pasar terbuka[3].
Indonesia menganut Universal Banking dengan masih memungkinkan dilakukannya kegiatan keuangan dalam Specialized Banking. Hal ini berlaku sejak UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang mengatur bahwa Bank di Indonesia masih dapat bergerak di sektor keuangan lain selain sektor perbankan. Namun demikian, masih ada pembatasan dalam melakukan kegiatan usahanya, yaitu Bank masih dilarang mengikuti jual beli saham dan pemberian kredit di pasar modal kecuali pemberian modal kepada perusahaan sekuritas.
Divestasi Asing dalam UU Minerba
UU Mineral dan Batu Bara No. 4 Tahun 2009 yang mengubah UU No. 11 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan mengatur beberapa perubahan kebijakan yang berpengaruh bagi investai di Indonesia, khususnya investasi dalam sektor pertambangan. Salah satu perubahan kebijakan tersebut adalah pengaturan mengenai divestasi saham bagi badan usaha pemegang IUP dan IUPK asing (Pasal 112 UU No. 4 Tahun 2009).
Divestasi yang dimaksud dalam pasal ini ialah jumlah saham asing yang harus ditawarkan untuk dijual kepada peserta Indonesia, baik Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta nasional. Divestasi ini diwajibkan setelah perusahaan asing tersebut beroperasi 5 tahun. Minimal saham yang harus didivestasikan adalah 20% dari total saham yang dimiliki perusahaan asing tersebut (Pasal 97 PP No. 23 Tahun 2010).
Namun kemudian timbul pertanyaan yang menggelitik dari kewajiban divestasi tersebut. Apakah divestasi ini wajib dilakukan oleh setiap perusahaan asing yang memiliki IUP dan IUPK dan telah beroperasi 5 tahun di Indonesia, baik melalui penanaman modal langsung dan penanaman modal tidak langsung?atau kah hanya mengikat bagi perusahaan asing yang masuk ke Indonesia melalui penanaman modal langsung?Perbedaan sistem penanaman modal (investasi) ini sangat berpengaruh, sehingga perlu untuk diperjelas, sistem manakah yang terikat dengan kewajiban divestasi ini?
Dalam UU Mineral dan Batu Bara memang tidak dinyatakan secara jelas mengenai saham asing yang berasal dari penanaman modal langsung atau dari penanaman modal tidak langsung kah yang diwajibkan untuk melakukan divestasi saham. Namun apabila diperhatikan, dalam konsep penanaman modal tidak langsung yang dilakukan melalui Pasar Modal tidak ada pembedaan mengenai penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri, sehingga tidak ada batas kepemilikan saham asing dan saham dalam negeri dalam suatu perusahaan publik (PT Terbuka) melalui bursa/Pasar Modal. Apabila dalam ketentuan Undang-Undang Pasar Modal tidak diatur mengenai batas kepemilikan saham asing pada suatu perusahaan publik, maka kewajiban divestasi saham asing minimal 20% kepada pihak Indonesia dalam Undang-Undang Minerba jelas sekali bertentangan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Dengan demikian, maka bukan kah berarti aturan mengenai divestasi saham tersebut tidak dapat diterapkan pada modal asing yang masuk ke PT Terbuka melalui Pasar Modal?
Undang-Undang Minerba dan Undang-Undang Pasar Modal adalah dua ketentuan perundang-undangan yang berbeda dan tidak terikat satu sama lain. Undang-Undang Minerba bukanlah lex spesialis dari Undang-Undang Pasar Modal, karena jelas sekali dalam bagian “Menimbang” ataupun “Mengingat” Undang-Undang Minerba tidak tertulis adanya Undang-Undang Pasar Modal, padahal menurut Prof. Maria Indrati S. (Hakim Mahkamah Konstitusi dan juga Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan di FH UI), bagian “Menimbang” dan “Mengingat” menunjukkan rujukan dari ketentuan suatu undang-undang[1]. Dengan demikian, apabila ketentuan dalam Undang-undang Minerba ada yang bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Pasar Modal, tidak dapat dikatakan bahwa lex spesialis derogat lex generalis (aturan hukum yang bersifat khusus mengenyampingkan aturan hukum yang bersifat umum), karena memang tidak ada hubungan lex spesialis dan lex generalis antara Undang-Undang Minerba dengan Undang-Undang Pasar Modal.
Dari keterangan tersebut, maka ketika aturan mengenai kewajiban divestasi saham asing dalam Undang-Undang Minerba bertentangan dengan hakikat dalam Undang-Undang Pasar Modal yang tidak membatasi kepemilikan saham asing pada perusahaan publik yang masuk melalui Pasar Modal, maka aturan kewajiban divestasi tersebut tidak dapat berlaku bagi saham asing yang masuk melalui Pasar Modal (aturan kewajiban divestasi tidak dapat mengeyampingkan bahwa dalam Pasar Modal tidak ada pembatasan mengenai besarnya saham asing yang masuk pada suatu perusahaan terbuka/publik melalui bursa).
Aturan mengenai kewajiban divestasi saham asing dalam Undang-Undang Minerba pada dasarnya hanya berlaku bagi penanaman modal asing secara langsung yang diatur oleh Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Hal ini disebabkan karena dalam ketentuan Undang-Undang Penanaman Modal tersebut memang diatur mengenai pembatasan terhadap saham asing yang masuk ke Indonesia secara langsung (foreign direct investment). Pengaturan mengenai pembatasan sektor usaha yang tidak boleh dimasuki oleh asing atau yang dapat dimasuki oleh asing dengan batas kepemilikan tertentu tersebut, diatur dalam Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 atau yang lebih sering dikenal dengan Daftar Negatif Investasi. Adanya Daftar Negatif Investasi yang diatur sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Penanaman Modal ini memiliki hakikat atau tujuan yang sama dengan kewajiban divestasi saham asing dalam Undang-Undang Minerba, yaitu pembatasan terhadap saham asing yang masuk ke Indonesia.
